“Sementara di Kuansing, kami baru mencapai dua digit pada tahun 2024 ini. Kami ingin belajar bagaimana Siak bisa mendorong kesadaran masyarakat untuk berzakat dan bagaimana regulasi daerah mendukung hal ini,” sembung Nur Hasanah.
Menurutnya, salah satu tantangan utama adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya zakat, infak, dan sedekah. Oleh karena itu, pihaknya ingin mengetahui strategi Pemkab Siak dalam meningkatkan partisipasi masyarakat serta bagaimana fasilitas yang diberikan kepada Baznas agar dapat bekerja lebih maksimal.
“Kami berharap setelah diskusi ini, kami bisa membangun pengelolaan zakat yang baik di Kuantan Singingi juga dan Semoga Ranperda yang kami susun nantinya dapat membawa manfaat dan keberkahan bagi masyarakat,” harap Nur.
Ketua Baznas Siak, Simparis, turut menjelaskan bahwa Kabupaten Siak telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Zakat sejak 2013, menjadikannya sebagai daerah pertama di Indonesia yang memiliki regulasi khusus dalam tata kelola zakat.
“Alhamdulillah juga seluruh anggota DPRD Siak yang beragama Islam sudah menunaikan zakatnya melalui Baznas. Selain itu, Siak juga telah ditetapkan sebagai Baznas percontohan se-Sumatera oleh Baznas Pusat. Bahkan, gedung Baznas yang kita tempati ini dibangun tanpa dana APBD, melainkan dari dana amil yang ditabung selama bertahun-tahun ,” terang Simparis.
Diskusi berlangsung interaktif. Rombongan DPRD Kuansing aktif mengajukan pertanyaan terkait strategi peningkatan kesadaran masyarakat dalam berzakat, mekanisme pengelolaan dana zakat agar lebih tepat sasaran, serta sinergi antara Baznas, pemerintah daerah, dan sektor swasta dalam memperluas jangkauan penerimaan zakat.
Salah satu aspek yang menarik perhatian delegasi Kuansing adalah bagaimana Baznas Siak mampu mengoptimalkan peran ASN, perusahaan, serta masyarakat umum dalam menyalurkan zakat melalui sistem yang transparan dan berbasis regulasi yang kuat.***